SELAMAT DATANG
Jumat, 20 November 2009
ARAska - Puisi : SENANDUNG KESUNYIAN dimuat dalam Buku NASKAH PUISI Festival Lagu Gubahan Puisi Se-Kalimantan Selatan & Buku TAMAN BANJARBARU
SENANDUNG KESUNYIAN
[untuk syeikh]
Alunan senandung jiwa
Meresap kedalam sukma
Desah desah nafas yang terbawa
Desiran bayu membelai asa
Kesunyian tenggelamkan raga
Punahkan semua angkara
Tenggelamkan irama dunia
Hanyut dalam tiada masa
Roh rindu bergelora
Membubung keangkasa raya
Merangkul keabadian asmara
Dari yang Maha Elok tiada tara
Kesunyian adalah haqiqat cinta
Bagi insan yang punya jiwa
Rahasia bagi mereka yang mereguknya
Sehingga semua menjadi fana
Di dalam kesunyian
hening
(ARAska-Sekumpul-Martapura-Kalsel,Sabtu 05.04.03)
Dimuat dalam Buku :
NASKAH PUISI Festival Lagu Gubahan Puisi Se-Kalimantan Selatan, Frot Indonesia, cetakan I, Agustus 2006, pada hal.10 (judul puisi dalam buku ini Kesunyian), tebal buku 25 halaman.
Jumlah Puisi dalam buku 24 Judul, dengan 24 Penyair :
Ajaran Alam – Rahmah.WP, Cerita Malam – Dewa Pahuluan, Di Bawah Matahari Senja – Ariffin.NH, Hidup Ada Cinta – Aan.MB, Kapal-kapal Kecilku – Tarman.E, Karena Allah – Zainal.A, Kau Tidak Akan Pernah Tahu – Ratih.A, Kemarau – Fahmi.W, Kemarau – Zulfaisal.P, Kesunyian – A.Rahman Al Hakim (ARAska), Kita Pasti Merindukan Lagi – Harie.IP, Kotaku Indah – Hamami.A, Lagu Puja – M.Hasfiany.S, Lukisan Hijau – Saidah, Nyanyian Kemerdekaan – A.Syukur, Pilihlah Aku – Syarkian.NH, Renta Tegar – Yusambang, Sajak Burung-burung Negeriku – S.Surya, Sastra Kota – S.Kalana.Aj, Semut Hitam dan Secangkir Kopi – A.Syarmidi, Sunyi – Eka.RA, Terbaik Bagiku – Helly.Y, Waktu – Ni Wayan.S, Ziarah –Micky.H.
Puisi Kesunyian dalam Festival Lagu Gubahan Puisi se-Kalsel di Taman Air Mancur Banjarbaru, dipilih oleh 4 group band (Dr. Blue, Goro, Exelent, dan Violet) untuk diaransemen dan dinyanyikan, hingga Violet Band berhasil meraih juara I dan Goro Band meraih juara II. Pada hari Sabtu 26 Agustus 2006. ).
TAMAN BANJARBARU, LPKPK & Gama Media, cetakan I, Maret 2006, pada halaman 107(judul puisi dalam buku ini Kesunyian), tebal buku 170 halaman.
Jumlah Puisi dalam buku 118 Judul, dengan 33 Penyair :
A.Rahman Al Hakim (ARAska), Abdurrahman.EH, Akhmad.SB, Ali.A, Ali.SA, Ariffin.NH, E.Star.fA, Ektu.AS, Eka.RA, Elang Arema, Elang.WK, Ersis.WA, Habib.AR, Harie.IP, Henita.R, Hudan Nur, Irena.S, M.Rifani.D, Ni Wayan.S, Nunik.WH, Rudi.A, Rusdiansyah, Ryan.A, S.Kalana.Aj, Sandi Firly, Sidra.AB, Siti.RS, Solarso.AH, Syahrial.AS, Udin Adiezt, Widi.RS, YS.Agus.S, Zainal.M.
Senin, 05 Oktober 2009
ARAska - Puisi : dari buku Kitab Kecil Shahifah R0H
PAGUTAN Bingkai DOSA
duhai insan
yang bergelut dengan kemelut
bergumul galau yang merenggut
dosa kian memagut
mengapa?
aku bertanya dengan angin
ia jawab dengan gemuruh rusuh badai badai Nya!
aku bertanya dengan mentari
ia jawab denga terik larik sinar sinar Nya!
aku bertanya dengan tanah
ia jawab dengan longsor lebur gempa gempa Nya!
aku bertanya dengan gunung
ia jawab dengan getar lalar lahar lahar Nya!
aku bertanya dengan sungai
ia jawab dengan airbah dedah banjir banjir Nya!
aku bertanya pada lautan
ia jawab dengan prahara lara
gelombang gelombang Nya!
aku bertanya pada langit
ia jawab dengan hujan kematian
larung bintang bintang Nya!
aku bertanya pada manusia
ia jawab–aku sudah menyekutukan Nya
dengan dunia!
aku bertanya dengan jin
ia jawab–bukankah
kalian khalifah yang diamanahkan Nya di sana!
kubertanya aku bertanya?
aku bertanya pada hewan
mereka merintih jerih satu persatu punah
aku bertanya pada hutan
hutanku meranggas cadas sudah
mengapa aku harus bertanya
sedang jawaban telah ada
apa yang di cari di balik tanya
sedang semuanya telah nyata
dosa kian pagut memagut
nafsu terus di turut
taubat yang harus di tuntut!
ya, kubertanya!
aku bertanya?
karena insan adalah hamba
tempat salah dan lupa
sedia kembali kepada Nya
bukan pada dunia fana
yang pasti akan sirna
dosa dosa
kian paut memagut
sebelum roh terenggut
taubatlah
yang harus di tuntut
(ARAska.Skp-Mtp-Kalsel.03)
duhai insan
yang bergelut dengan kemelut
bergumul galau yang merenggut
dosa kian memagut
mengapa?
aku bertanya dengan angin
ia jawab dengan gemuruh rusuh badai badai Nya!
aku bertanya dengan mentari
ia jawab denga terik larik sinar sinar Nya!
aku bertanya dengan tanah
ia jawab dengan longsor lebur gempa gempa Nya!
aku bertanya dengan gunung
ia jawab dengan getar lalar lahar lahar Nya!
aku bertanya dengan sungai
ia jawab dengan airbah dedah banjir banjir Nya!
aku bertanya pada lautan
ia jawab dengan prahara lara
gelombang gelombang Nya!
aku bertanya pada langit
ia jawab dengan hujan kematian
larung bintang bintang Nya!
aku bertanya pada manusia
ia jawab–aku sudah menyekutukan Nya
dengan dunia!
aku bertanya dengan jin
ia jawab–bukankah
kalian khalifah yang diamanahkan Nya di sana!
kubertanya aku bertanya?
aku bertanya pada hewan
mereka merintih jerih satu persatu punah
aku bertanya pada hutan
hutanku meranggas cadas sudah
mengapa aku harus bertanya
sedang jawaban telah ada
apa yang di cari di balik tanya
sedang semuanya telah nyata
dosa kian pagut memagut
nafsu terus di turut
taubat yang harus di tuntut!
ya, kubertanya!
aku bertanya?
karena insan adalah hamba
tempat salah dan lupa
sedia kembali kepada Nya
bukan pada dunia fana
yang pasti akan sirna
dosa dosa
kian paut memagut
sebelum roh terenggut
taubatlah
yang harus di tuntut
(ARAska.Skp-Mtp-Kalsel.03)
Minggu, 27 September 2009
ARAska - Prosa : IDUL FITRI ADALAH KETIKA SAKRATUL MAUT
RAMADHAN YA RAMADHAN
IDUL FITRI ADALAH KETIKA SAKRATUL MAUT
Ramadhan ya ramadhan. Bumi menjadi sejuk saat ramadhan tiba, lautan ayat-ayat suci menghiasi malamnya, ibadah-ibadah sunnah di semai untuk panen raya. Satu bulan, bulan barokah umat Rasulullah berlomba-lomba dalam amal dan ibadah. Mesjid dan mosholla menjadi ramai, karena dibulan ini ada satu malam di mana Al Qur’an diturunkan, karena dibulan ini ada satu malam ‘malam seribu bulan kegembiraan. Bila siang datang mereka menahan haus dan lapar kewajiban di bulan ini untuk fitri di hari suci, zikir dan tahmid menggema di langit, serta berzakat bagi yang mampu.
Ramadhan ya ramadhan. Ucapan-ucapan selamat membanjiri telepon-telepon genggam dan kartu-kartu ucapan ; Selamat menunaikan ibadah puasa. Pun jua ketika dekat hari raya, banjir menjadi badai ; Selamat hari raya idul fitri, mohon maaf lahir dan bathin. O….. sungguh semarak !
Satu bulan dalam dua belas bulan, Allah jadikan bulan beramal. Di mana pahala di lipat gandakan, pintu sorga di buka seluas-luasnya dan di tutup rapat pintu siksa neraka.
Di balik semua itu ada hal lain yang terlupa…..
Dalam bulan ramadhan ini kita beramal dengan giat, namun bagaimana pada bulan-bulan setelahnya, adakah itu menjadi suatu kemunafikan, heforia sesaat….
yang ketika ramadhan telah lewat
sajadah terlipat dalam almari
Al Qur’an tersimpan dalam laci
mesjid dan musholla kembali sepi
haus dan lapar tiada berlaku lagi
Ramadhan ya ramadhan. Sungguh seharusnya haus dan lapar yang telah di tempa dalam bulan suci-Mu, akan menjadikan jiwa peka pada kaum dhuafa, tapi setelah bulan suci-Mu itu, kita lalai hingga menjadi hal lain yang terlupa…
Hari ke 7 ramadhan, satu sms hadir dihadapan ku ; “Selamat menunaikan ibadah puasa, mari kita berlomba dalam ibadah. Bagi orang mu’min tiada kan puas, sebelum di buka pintu sorga dan di tutup bagi mereka pintu neraka”.
Terimakasih atas ucapan yang kau berikan sobat, tetapi bukan itu yang kutuju…
Aku tercenung dalam tafakur musyahadah dan murakobah….
ya…Rabb
ibadahku bukan untuk sorga dan bukan pula karena takut akan neraka
ya…Rabb
bila ibadahku Kau beri pahala, itu adalah haq Mu
bukan haqku
ya…Rabb
jadikan hati dan pikiranku
dalam bulan yang lain selain ramadhan selalu dalam ramadhan dan hari fitri
ya…Rabb
jadikan nujulul Qur’an selalu melantun dalam lisanku
ya…Rabb
jadikan malam seribu bulanku bukan cuma pada malam ramadhan ini
tapi setiap malam dalam 360 hari malam Mu
ketika aku hadir dalam hadratul mahabbah Mu
dan fana ul fana dalam hubb Mu
ya…Rabb
jadikan zikir mengalir dalam setiap tarikan nafasku
dan detak jantungku menjadi genderang kebesaran Mu.
ya…Rabb
tutup mata dan telingaku dari yang lain selain keagungan Mu
dan semaikan lisanku bersholawat bagi rasul Mu
serta jadikan hatiku mencintai auliya Mu.
O…ramadhan ya ramadhan
Roh Mu tiada kenal waktu hanya bagi hati yang rindu pada Mu.
karena bagiku hanya Kamu.
Aku adalah makhluk yang terdampar di dunia karena dosa khuldi, maka kesalahan, kelalaian dan kezholiman adalah bagian dari diri. Sehingga hanya dengan rahmat-Mu jua aku bisa kembali…
Nun…
Darwis-darwis pengelana di safana reliji, dalam tuntunan syekh mursyid murabbi, beserta Rasulullah yang meng-Imami, membimbing jiwa menghadap Allahurabbi.
Bagi mereka sakratul maut adalah hari raya idul fitri, saat bertemu Allahurabbi pencipta diri ini.
Kini tanganku terdiam pada satu titik. Awal penciptaan roh, akhir dari kalimat. Daya dan upaya tiada lagi memberi bekas, kecuali hanya rahman dan rahim-Nya.
“Bala, Syahidna”.
(ARAska-Banjarmasin-Kalsel,
malam minggu malam kedelapan ramadhan 1427 H,
30.09.06 M-20:55)
IDUL FITRI ADALAH KETIKA SAKRATUL MAUT
Ramadhan ya ramadhan. Bumi menjadi sejuk saat ramadhan tiba, lautan ayat-ayat suci menghiasi malamnya, ibadah-ibadah sunnah di semai untuk panen raya. Satu bulan, bulan barokah umat Rasulullah berlomba-lomba dalam amal dan ibadah. Mesjid dan mosholla menjadi ramai, karena dibulan ini ada satu malam di mana Al Qur’an diturunkan, karena dibulan ini ada satu malam ‘malam seribu bulan kegembiraan. Bila siang datang mereka menahan haus dan lapar kewajiban di bulan ini untuk fitri di hari suci, zikir dan tahmid menggema di langit, serta berzakat bagi yang mampu.
Ramadhan ya ramadhan. Ucapan-ucapan selamat membanjiri telepon-telepon genggam dan kartu-kartu ucapan ; Selamat menunaikan ibadah puasa. Pun jua ketika dekat hari raya, banjir menjadi badai ; Selamat hari raya idul fitri, mohon maaf lahir dan bathin. O….. sungguh semarak !
Satu bulan dalam dua belas bulan, Allah jadikan bulan beramal. Di mana pahala di lipat gandakan, pintu sorga di buka seluas-luasnya dan di tutup rapat pintu siksa neraka.
Di balik semua itu ada hal lain yang terlupa…..
Dalam bulan ramadhan ini kita beramal dengan giat, namun bagaimana pada bulan-bulan setelahnya, adakah itu menjadi suatu kemunafikan, heforia sesaat….
yang ketika ramadhan telah lewat
sajadah terlipat dalam almari
Al Qur’an tersimpan dalam laci
mesjid dan musholla kembali sepi
haus dan lapar tiada berlaku lagi
Ramadhan ya ramadhan. Sungguh seharusnya haus dan lapar yang telah di tempa dalam bulan suci-Mu, akan menjadikan jiwa peka pada kaum dhuafa, tapi setelah bulan suci-Mu itu, kita lalai hingga menjadi hal lain yang terlupa…
Hari ke 7 ramadhan, satu sms hadir dihadapan ku ; “Selamat menunaikan ibadah puasa, mari kita berlomba dalam ibadah. Bagi orang mu’min tiada kan puas, sebelum di buka pintu sorga dan di tutup bagi mereka pintu neraka”.
Terimakasih atas ucapan yang kau berikan sobat, tetapi bukan itu yang kutuju…
Aku tercenung dalam tafakur musyahadah dan murakobah….
ya…Rabb
ibadahku bukan untuk sorga dan bukan pula karena takut akan neraka
ya…Rabb
bila ibadahku Kau beri pahala, itu adalah haq Mu
bukan haqku
ya…Rabb
jadikan hati dan pikiranku
dalam bulan yang lain selain ramadhan selalu dalam ramadhan dan hari fitri
ya…Rabb
jadikan nujulul Qur’an selalu melantun dalam lisanku
ya…Rabb
jadikan malam seribu bulanku bukan cuma pada malam ramadhan ini
tapi setiap malam dalam 360 hari malam Mu
ketika aku hadir dalam hadratul mahabbah Mu
dan fana ul fana dalam hubb Mu
ya…Rabb
jadikan zikir mengalir dalam setiap tarikan nafasku
dan detak jantungku menjadi genderang kebesaran Mu.
ya…Rabb
tutup mata dan telingaku dari yang lain selain keagungan Mu
dan semaikan lisanku bersholawat bagi rasul Mu
serta jadikan hatiku mencintai auliya Mu.
O…ramadhan ya ramadhan
Roh Mu tiada kenal waktu hanya bagi hati yang rindu pada Mu.
karena bagiku hanya Kamu.
Aku adalah makhluk yang terdampar di dunia karena dosa khuldi, maka kesalahan, kelalaian dan kezholiman adalah bagian dari diri. Sehingga hanya dengan rahmat-Mu jua aku bisa kembali…
Nun…
Darwis-darwis pengelana di safana reliji, dalam tuntunan syekh mursyid murabbi, beserta Rasulullah yang meng-Imami, membimbing jiwa menghadap Allahurabbi.
Bagi mereka sakratul maut adalah hari raya idul fitri, saat bertemu Allahurabbi pencipta diri ini.
Kini tanganku terdiam pada satu titik. Awal penciptaan roh, akhir dari kalimat. Daya dan upaya tiada lagi memberi bekas, kecuali hanya rahman dan rahim-Nya.
“Bala, Syahidna”.
(ARAska-Banjarmasin-Kalsel,
malam minggu malam kedelapan ramadhan 1427 H,
30.09.06 M-20:55)
Sabtu, 05 September 2009
ARAska - Puisi : Adik Kecil
Adik Kecil – Adik Kecilku
(untuk Dik Nun dan adik-adik yang lain disini atau dimana saja)
adik kecil adik kecil
kamu yang jauh disana
bermainlah dengan ceria
usah peduli duka lara
bila murung mendera
ungkapkan segala rasa
segala rintangan hanya uji coba
yaqinlah kamu bisa melaluinya
adik kecil adik kecil
kaka sapa sebelum tidurmu tiba
sambil bercerita
tentang dongeng bahagia
jadikan tauladan untuk hidup didunia
adik kecil adik kecil
kamu yang ada disana
pejamkanlah kelopak mata
mimpi indah menanti kamu sua
saat kamu terjaga
ingatlah selalu kaka
ambillah wudhu cucilah muka
dalam sholat panjatkan do’a
kemudian bila surya menjela
sambut ia dengan semangat didada
mulai melangkah mengejar cita-cita
adik kecil adik kecil
kamu yang diseberang rasa
berikanlah senyum untuk kaka
lalu cepatlah dewasa
untuk taklukkan dunia
hingga kaka bisa berkata
dengan bangga
adik kecilku adalah seorang juara
adik kecil adik kecil
dalam salam sepenuh jiwa
teruntailah kata menjalin rasa
bersama
(ARAska.Bjm-Kalsel.05.09.09-21:02)
(untuk Dik Nun dan adik-adik yang lain disini atau dimana saja)
adik kecil adik kecil
kamu yang jauh disana
bermainlah dengan ceria
usah peduli duka lara
bila murung mendera
ungkapkan segala rasa
segala rintangan hanya uji coba
yaqinlah kamu bisa melaluinya
adik kecil adik kecil
kaka sapa sebelum tidurmu tiba
sambil bercerita
tentang dongeng bahagia
jadikan tauladan untuk hidup didunia
adik kecil adik kecil
kamu yang ada disana
pejamkanlah kelopak mata
mimpi indah menanti kamu sua
saat kamu terjaga
ingatlah selalu kaka
ambillah wudhu cucilah muka
dalam sholat panjatkan do’a
kemudian bila surya menjela
sambut ia dengan semangat didada
mulai melangkah mengejar cita-cita
adik kecil adik kecil
kamu yang diseberang rasa
berikanlah senyum untuk kaka
lalu cepatlah dewasa
untuk taklukkan dunia
hingga kaka bisa berkata
dengan bangga
adik kecilku adalah seorang juara
adik kecil adik kecil
dalam salam sepenuh jiwa
teruntailah kata menjalin rasa
bersama
(ARAska.Bjm-Kalsel.05.09.09-21:02)
Minggu, 30 Agustus 2009
ARAska - Puisi : aku demi AKU
aku demi AKU
aku adalah ranting
yang tumbuh dari pohon jiwa
yang rimbun bersama daun ma’na
yang menaungi teriknya mentari bala
yang mencengkram erat bumi disaat badai menerpa
aku adalah angin
yang berlari mengelilingi bumi
yang mengalir dalam nafas
yang menyatu dalam darah
aku adalah petir
yang membelah langit
yang membakar apa yang dijamah
yang bernyanyi bersama guntur
aku adalah siang
yang menari bersama mentari mengelilingi galaksi
aku adalah malam
yang bersenandung bersama rembulan
aku adalah air
yang menuju muara samudera
aku adalah gunung
yang taat pada diam
aku adalah tanah
yang menjadi pijakan baitullah
aku adalah rajawali
yang melintasi awan awan
aku adalah singa
yang bertarung demi kehormatan
aku adalah pedang
yang memancung pongahnya angkara
aku adalah panah
yang menembus dinding baja nafsu
aku adalah mimpi buruk
yang datang pada lalai
aku adalah bungan setaman mewangi
yang tumbuh diladang tafakkur
aku adalah masa lalu
saat menetap pada ketentuan
aku adalah masa kini
saat menjadi anak waktu
aku adalah masa depan
saat rencana akhiran
aku adalah sunyi
saat rintih rindu mengecup hati
aku adalah sepi
saat cinta jauh dari diri
aku adalah sendu
saat menanti panggilan terakhir
aku adalah air mata
saat perih disayat belati dosa
aku adalah do’a
saat harapan menyeru
aku adalah kata
saat dzikir menyentuh lisan
aku adalah kesenangan
saat liqa dengan AKU
tapi aku
musnah pada AKU
karena AKU
pemilik diriku
karena AKU
pencipta diriku
karena AKU
puncak pendakianku
karena AKU
kekasih junjunganku
karena AKU
tempat kembaliku
karena AKU
segala sujudku
karena AKU
Sang AKU
Hhu
(ARAska.Bjm-Kalsel.17.08.09-07:43)
aku adalah ranting
yang tumbuh dari pohon jiwa
yang rimbun bersama daun ma’na
yang menaungi teriknya mentari bala
yang mencengkram erat bumi disaat badai menerpa
aku adalah angin
yang berlari mengelilingi bumi
yang mengalir dalam nafas
yang menyatu dalam darah
aku adalah petir
yang membelah langit
yang membakar apa yang dijamah
yang bernyanyi bersama guntur
aku adalah siang
yang menari bersama mentari mengelilingi galaksi
aku adalah malam
yang bersenandung bersama rembulan
aku adalah air
yang menuju muara samudera
aku adalah gunung
yang taat pada diam
aku adalah tanah
yang menjadi pijakan baitullah
aku adalah rajawali
yang melintasi awan awan
aku adalah singa
yang bertarung demi kehormatan
aku adalah pedang
yang memancung pongahnya angkara
aku adalah panah
yang menembus dinding baja nafsu
aku adalah mimpi buruk
yang datang pada lalai
aku adalah bungan setaman mewangi
yang tumbuh diladang tafakkur
aku adalah masa lalu
saat menetap pada ketentuan
aku adalah masa kini
saat menjadi anak waktu
aku adalah masa depan
saat rencana akhiran
aku adalah sunyi
saat rintih rindu mengecup hati
aku adalah sepi
saat cinta jauh dari diri
aku adalah sendu
saat menanti panggilan terakhir
aku adalah air mata
saat perih disayat belati dosa
aku adalah do’a
saat harapan menyeru
aku adalah kata
saat dzikir menyentuh lisan
aku adalah kesenangan
saat liqa dengan AKU
tapi aku
musnah pada AKU
karena AKU
pemilik diriku
karena AKU
pencipta diriku
karena AKU
puncak pendakianku
karena AKU
kekasih junjunganku
karena AKU
tempat kembaliku
karena AKU
segala sujudku
karena AKU
Sang AKU
Hhu
(ARAska.Bjm-Kalsel.17.08.09-07:43)
ARAska - Puisi : SANG DARWIS
SANG DARWIS
(untuk kawan santri)
‘dia’
hilang sulit dicari
datang sulit dimengerti
dikenang teramat berarti
…baginya…
dunia dijelajahi
demi insan insan sejati
dalam cinta abadi
ketenangan haqiki
…damai…
“ Illahi ”
(ARAska- Sekumpul-Martapura-Kalsel, 1991)
(untuk kawan santri)
‘dia’
hilang sulit dicari
datang sulit dimengerti
dikenang teramat berarti
…baginya…
dunia dijelajahi
demi insan insan sejati
dalam cinta abadi
ketenangan haqiki
…damai…
“ Illahi ”
(ARAska- Sekumpul-Martapura-Kalsel, 1991)
Minggu, 16 Agustus 2009
ARAska - Puisi : Kemerdekaan 2
LILIN NEGERIKU
Tiup tiup lilinmu bunda pertiwiku
di hari kelahiranmu yang dirayakan putra dan putrimu
di setiap sudut rumahmu
Tiup tiup lilinmu bunda pertiwiku
berpuluh tahun kau sapih anak anak bangsamu
hingga hantarkan mereka menjadi manusia
Tiup tiup lilinmu bunda pertiwiku
kini umurmu kian renta
kebajikan dan kebijaksanaanmu kini menuai prahara
O, bunda pertiwiku
air susumu kian kering di hisap rakus lintah lintah pertambangan
sisakan sampah bencana dan kesengsaraan
O, bunda pertiwiku
hari ini mereka berpesta untukmu
namun besok mereka berpesta di meja kekuasaan
dan anak anakmu berpesta di gedung diskotik
panggung panggung narkotik
O, bunda pertiwiku
cucu cucumu masih diperbodoh
oleh biaya pendidikan yang kian mahal
di estalase toko pembangunan berlabel halal
O, bunda pertiwiku
kami anak anakmu yang tersingkir di sudut pembangunan
kami lapar
kami lapar
harga harga kian tak terkapar
Padamu negeri kami mengabdi
Padamu negeri derita kami
Padamu negeri jiwa raga kami
Padamu negeri kesucianmu ternodai
O, bunda pertiwiku
tangismu tangisku
lilinmu redup pilu
(ARAska.Bjm-Kalsel.17.08.06-12:31)
Tiup tiup lilinmu bunda pertiwiku
di hari kelahiranmu yang dirayakan putra dan putrimu
di setiap sudut rumahmu
Tiup tiup lilinmu bunda pertiwiku
berpuluh tahun kau sapih anak anak bangsamu
hingga hantarkan mereka menjadi manusia
Tiup tiup lilinmu bunda pertiwiku
kini umurmu kian renta
kebajikan dan kebijaksanaanmu kini menuai prahara
O, bunda pertiwiku
air susumu kian kering di hisap rakus lintah lintah pertambangan
sisakan sampah bencana dan kesengsaraan
O, bunda pertiwiku
hari ini mereka berpesta untukmu
namun besok mereka berpesta di meja kekuasaan
dan anak anakmu berpesta di gedung diskotik
panggung panggung narkotik
O, bunda pertiwiku
cucu cucumu masih diperbodoh
oleh biaya pendidikan yang kian mahal
di estalase toko pembangunan berlabel halal
O, bunda pertiwiku
kami anak anakmu yang tersingkir di sudut pembangunan
kami lapar
kami lapar
harga harga kian tak terkapar
Padamu negeri kami mengabdi
Padamu negeri derita kami
Padamu negeri jiwa raga kami
Padamu negeri kesucianmu ternodai
O, bunda pertiwiku
tangismu tangisku
lilinmu redup pilu
(ARAska.Bjm-Kalsel.17.08.06-12:31)
ARAska - Puisi : Kemerdekaan 1
Kabut KEMERDEKAAN
Merdeka merdeka
Hari ini teriakan itu menggema
Tapi adakah kemakmuran di negeri ini merdeka
adakah keadilan merdeka
adakah kesejahteraan merdeka
adakah kejujuran merdeka
adakah hutang bangsa merdeka
dari bunga piutang negeri adikuasa
Belum
Belum
Semuanya masih terjajah
hutan kami masih terjajah
flora kami masih terjajah
fauna kami masih terjajah
petani kami masih terjajah
buruh kami masih terjajah
gelandangan kami masih terjajah
Pembangunan di atas perut perut melilit lapar
Suara suara hari ini
Janji-janji yang diucapkan penguasa
hanya slogan kebebasan penjajahan fisik
namun
ekonomi
budaya
dan jiwa bangsa ini
masih di belenggu
Suara suara hati kami sendu
Amarah amarah kami sendu
Ladang ladang kami sendu
Pendidikan pendidikan kami sendu
Kebudayaan kebudayaan kami sendu
Leher kami tercekik oleh harga yang naik
Himpitan kehidupan – hidupkan anarkis
Himpitan kehidupan – hidupkan kriminalitas
Lihat bangsa asing
dengan merdeka menjarah harta bumi kami
dihantar pengkhianat berdasi
yang menjual nama kami
Berkibar dan berkibar hari ini
di setiap jengkal tanah negeri ini
Sang saka merah putih
berparade di atas angin nusantara negeri tercinta
Berkibar gagah lambang keberanian dan kesucian
Namun berkibar pula bendera bendera perompak
Ironi panji panji nafsu maling maling bangsa
lambang kelicikan dan kemunafikan
O, sang saka
di bulan ini kau jumawa
bak pendekar kesatria
di beri minyak wangi
di cium dan diagungkan
dengan tembakan salvo penghormatan
yang getarkan gendang gendang telinga
namun di bulan nanti
kau akan terlipat rapi
di sudut hati almari tua
bersama kutu kutu busuk
yang dengan rakus menggerogoti bangsa
O, sang saka
hanya di bulan ini
kau terbebaskan berkelana
kesetiap pelosok sudut negeri
dan di bulan nanti
kau kembali dipenjarakan
oleh undang undang
yang bernama kemerdekaan dan keadilan
O, sang saka
keberanian dan kesucianmu
kini
hanya menjadi gema
yang bergetar pilu
dalam roda sejarah
perjuangan yang terlindas
kereta kereta kemoderenan
dan darah pejuang yang tlah tertumpah terlupakan
Garuda merintih
Tanah tumpah darah tertatih
Letih menyapih kasih
Hati kami putramu putrimu perih
Proklamasikan kata kata pedih
Pada kabut kemerdekaan jerih
(ARAska.Bjm-Kalsel.17.08.06-10:00)
Merdeka merdeka
Hari ini teriakan itu menggema
Tapi adakah kemakmuran di negeri ini merdeka
adakah keadilan merdeka
adakah kesejahteraan merdeka
adakah kejujuran merdeka
adakah hutang bangsa merdeka
dari bunga piutang negeri adikuasa
Belum
Belum
Semuanya masih terjajah
hutan kami masih terjajah
flora kami masih terjajah
fauna kami masih terjajah
petani kami masih terjajah
buruh kami masih terjajah
gelandangan kami masih terjajah
Pembangunan di atas perut perut melilit lapar
Suara suara hari ini
Janji-janji yang diucapkan penguasa
hanya slogan kebebasan penjajahan fisik
namun
ekonomi
budaya
dan jiwa bangsa ini
masih di belenggu
Suara suara hati kami sendu
Amarah amarah kami sendu
Ladang ladang kami sendu
Pendidikan pendidikan kami sendu
Kebudayaan kebudayaan kami sendu
Leher kami tercekik oleh harga yang naik
Himpitan kehidupan – hidupkan anarkis
Himpitan kehidupan – hidupkan kriminalitas
Lihat bangsa asing
dengan merdeka menjarah harta bumi kami
dihantar pengkhianat berdasi
yang menjual nama kami
Berkibar dan berkibar hari ini
di setiap jengkal tanah negeri ini
Sang saka merah putih
berparade di atas angin nusantara negeri tercinta
Berkibar gagah lambang keberanian dan kesucian
Namun berkibar pula bendera bendera perompak
Ironi panji panji nafsu maling maling bangsa
lambang kelicikan dan kemunafikan
O, sang saka
di bulan ini kau jumawa
bak pendekar kesatria
di beri minyak wangi
di cium dan diagungkan
dengan tembakan salvo penghormatan
yang getarkan gendang gendang telinga
namun di bulan nanti
kau akan terlipat rapi
di sudut hati almari tua
bersama kutu kutu busuk
yang dengan rakus menggerogoti bangsa
O, sang saka
hanya di bulan ini
kau terbebaskan berkelana
kesetiap pelosok sudut negeri
dan di bulan nanti
kau kembali dipenjarakan
oleh undang undang
yang bernama kemerdekaan dan keadilan
O, sang saka
keberanian dan kesucianmu
kini
hanya menjadi gema
yang bergetar pilu
dalam roda sejarah
perjuangan yang terlindas
kereta kereta kemoderenan
dan darah pejuang yang tlah tertumpah terlupakan
Garuda merintih
Tanah tumpah darah tertatih
Letih menyapih kasih
Hati kami putramu putrimu perih
Proklamasikan kata kata pedih
Pada kabut kemerdekaan jerih
(ARAska.Bjm-Kalsel.17.08.06-10:00)
Sabtu, 08 Agustus 2009
ARAska - Puisi : DO’A untuk SAKRATULMAUT
(Bagi senior seni yang telah pulang : Mbah Surif, WS. Rendra, M. Rifani Jamhari, dll) tunggu “aku akan menyusul)
masa hidup kehidupan sejaman
dalam laku ku berkesenian
kusaksikan tetua seniman
satu persatu pulang keasal kejadian
menuju terminal peristirahatan penghabisan
jalan yang dilalui tinggalkan kenangan
hingga akhir jaman
kubertanya pada jaman
kapan giliranku penuhi panggilan
“kullunafsin jaikatulmaut”
mungkin nanti nafasku diakhiran
saat ajrail tunaikan tugas pelepasan
tiada tinggalkan catatan
tak jua pemberiataan
tanpa nisan
tanpa tanah kuburan
tanpa tangisan
tanpa senandung perpisahan
agar ikhlas roh pengabdian
hanya kesendirian
hanya kesunyian
hanya keheningan
disambut parade cacing kelaparan
yang berkata suka cita penuh kegembiraan
“ayo kita sambut jasad sipulan bin sipulan”
“dengan pesta makan makan”
ditunggu nungkar nangkir ajukan pertanyaan
menyandang gada dan cemeti tebarkan aroma kengerian
kilatan jadzab imdad kesadaran
lakukan seruan
hey nafsu yang menuntun pada kemungkaran
amal jua hanya afkiran
dosa bertimbun serimbun semak perbukitan
hey jiwa “ kafaka fadhlaan fil`ulaal’a`laa - syafa’at nurul mushthofa mala`al ‘akwan
lalu sujud hina pada kehambaan
kilatan munajat kesadaran
bashirah tetapkan keyakinan
lalu kuhaturkan mohon pada pencipta jaman
beserta bunga dzikir setaman
dalam bongkar sujud persembahan
fana fil hadratildzauq kecintaan
wahai yang maha Rahman
jemput aku keharibaan
sesuai janji taqdir yang Kau tetapkan
tanpa ikatan keduniawian
tanpa sorga sebagai tujuan
tanpa neraka oleh karna ketakutan
hanya maqam fillhubb ke Ilahian
wallah “kulluman ‘alayhhaa faan”
(ARAska.Bjb-Kalsel.07.08.09-11:59)
masa hidup kehidupan sejaman
dalam laku ku berkesenian
kusaksikan tetua seniman
satu persatu pulang keasal kejadian
menuju terminal peristirahatan penghabisan
jalan yang dilalui tinggalkan kenangan
hingga akhir jaman
kubertanya pada jaman
kapan giliranku penuhi panggilan
“kullunafsin jaikatulmaut”
mungkin nanti nafasku diakhiran
saat ajrail tunaikan tugas pelepasan
tiada tinggalkan catatan
tak jua pemberiataan
tanpa nisan
tanpa tanah kuburan
tanpa tangisan
tanpa senandung perpisahan
agar ikhlas roh pengabdian
hanya kesendirian
hanya kesunyian
hanya keheningan
disambut parade cacing kelaparan
yang berkata suka cita penuh kegembiraan
“ayo kita sambut jasad sipulan bin sipulan”
“dengan pesta makan makan”
ditunggu nungkar nangkir ajukan pertanyaan
menyandang gada dan cemeti tebarkan aroma kengerian
kilatan jadzab imdad kesadaran
lakukan seruan
hey nafsu yang menuntun pada kemungkaran
amal jua hanya afkiran
dosa bertimbun serimbun semak perbukitan
hey jiwa “ kafaka fadhlaan fil`ulaal’a`laa - syafa’at nurul mushthofa mala`al ‘akwan
lalu sujud hina pada kehambaan
kilatan munajat kesadaran
bashirah tetapkan keyakinan
lalu kuhaturkan mohon pada pencipta jaman
beserta bunga dzikir setaman
dalam bongkar sujud persembahan
fana fil hadratildzauq kecintaan
wahai yang maha Rahman
jemput aku keharibaan
sesuai janji taqdir yang Kau tetapkan
tanpa ikatan keduniawian
tanpa sorga sebagai tujuan
tanpa neraka oleh karna ketakutan
hanya maqam fillhubb ke Ilahian
wallah “kulluman ‘alayhhaa faan”
(ARAska.Bjb-Kalsel.07.08.09-11:59)
ARAska - Puisi : Rindu dimalam Nisfu
rembulan melingkar penuh dilangit malam
cahayanya menerangi alam
tebarkan rahmat yang dalam
pada hati yang sujud pada sang Kalam
sedari senja pergantian alam
bersimpuh luruh penuh pada baitullah
menanti adzan panggilan Allah
tafakkur musyahadah muraqabah
ah... telaga hati menderu
menetes bening pada 'ain rindu
rindu menyayat
pada syeikh murabbi mursyid selagi hayat
rindu merintih lirih
pada rasulullah sang kekasih
rindu sembilu pada sang Hhu
dimalam bersinar ini
ku ucapkan pada semua sahabat dan tolan
Selamat melaksanakan ibadah sunnah nisfu sya'ban
semoga Rahmat Nya selalu menyertai kita semua
(ARAska-maqam Ayah Guru. musholla Arraudah. Sekumpul. Martapura.kalsel..05.06.09)
cahayanya menerangi alam
tebarkan rahmat yang dalam
pada hati yang sujud pada sang Kalam
sedari senja pergantian alam
bersimpuh luruh penuh pada baitullah
menanti adzan panggilan Allah
tafakkur musyahadah muraqabah
ah... telaga hati menderu
menetes bening pada 'ain rindu
rindu menyayat
pada syeikh murabbi mursyid selagi hayat
rindu merintih lirih
pada rasulullah sang kekasih
rindu sembilu pada sang Hhu
dimalam bersinar ini
ku ucapkan pada semua sahabat dan tolan
Selamat melaksanakan ibadah sunnah nisfu sya'ban
semoga Rahmat Nya selalu menyertai kita semua
(ARAska-maqam Ayah Guru. musholla Arraudah. Sekumpul. Martapura.kalsel..05.06.09)
Sabtu, 11 Juli 2009
Jumat, 10 April 2009
ARAska - Cerpen : ANJING
Ada hewan dalam diri teramat berbahaya bagi hati, insting buasnya sulit dikendali selalu menuntut untuk dipenuhi. Dan pilihan pada menentukan keputusan menjadi dilema dalam waktu perputaran antara prinsif dan kenyataan, bila kata hati tiada diindahkan nafsulah yang diturutkan.
Sore, pukul 17.57, aku berhenti di bawah pohon ketapang yang dahan-dahannya seperti payung menaungi hingga ke tengah jalan, pada jalan yang mempunyai lebar lima meter ini, ada dua tikungan jalan yang harus kupilih. Tikungan sebelah kiri berarti memasuki jalan kompleks perumahan mewah, rumah-rumah beton dengan pagar-pagar yang tinggi dan angkuh, sebuah batas citra antara si kaya dan si miskin. Di ujung jalan kompleks ini ada gang kecil jalan pintas untuk sampai kerumahku. Tikungan sebelah kanan adalah jalan dengan rumah-rumah sederhana dari papan saling berdesakan dan rumah sangat-sangat sederhana sekali saling bersampuk dinding tanpa halaman yaitu bedakan orang-orang ekonomi kelas bawah dengan beragam etnis suku. Ada buruh bangunan, tukang becak, tukang sayur, bahkan ada guru yang sudah mengajar selama tiga belas tahun tapi tetap berstatus honorer. Bila kuputuskan untuk mengambil jalan sebelah kanan berarti aku harus memutar lebih jauh empat kali daripada jalan di sebelah kiri. Pilihan yang terus berulang setiap kali aku sampai ditikungan ini. Dan kali ini !
Baik jalan sebelah kanan maupun sebelah kiri suasana sepi menuju senja. Lengang seperti tidak ada aktivitas kehidupan. Aku masih duduk di atas sadel sepeda, menimbang dan melamun untuk menentukan pilihan. Jalan sebelah kanan lebih aman tetapi sangat jauh, perut yang lapar sudah menyanyi meminta di isi. Badan yang lelah, kerja seharian sebagai buruh bangunan, tulang-tulang bagai terbelit urat-urat yang kusut memuntut untuk diistirahatkan. Bukankah bisa makan di luar, di warung acil yang tidak jauh dari tempat kerja. Cuma 4.500 rupiah satu piring di tambah telor masak habang setengah. Dan teh hangat 1.000 rupiah. Jadi jumlahnya 5.500 rupiah, tapi kalau dibelikan beras satu liter, bisa buat makan beberapakali. Ah, lebih baik makan di rumah.
Jalan sebelah kiri lebih dekat tetapi ada makhluk yang sangat tidak ingin aku temui. Seorang abang becak melewatiku, wajahnya kuyu dengan pilihan keadaan dan beban kehidupan. Sesaat tadi ia menatapku lalu berlalu acuh.
***
Sepulun tahun yang lalu aku mempunyai seorang pacar, gadis manis berambut sebahu. Tetapi gadis itu mempunyai peliharaan makhluk tersebut. Setiap kali harus bertandang kerumah gadisku, adalah merupakan sebuah dilema. Tidak datang tentu si dia akan memasang muka cemberut, atau mungkin akan keluar satu kata yang teramat mengerikan bagiku saat itu, yaitu putus. Tetapi kalau datang aku akan selalu cemas dengan makhluk itu.
Sore sabtu sepuluh tahun yang lalu, aku datang kerumah pacarku, dan keadaan aman ! Tumpahlah segala kerinduan canda dan tawa menghiasi cinta monyet anak remaja. Tidak terasa aku harus pulang, sang gadis mengantar kedepan halaman. Duapuluh langkah meninggalkan halaman rumahnya, dari balik semak dan pohon luntas, keluar makhluk yang tidak ingin kutemui. Binatang itu mengejarku dengan makian bahasa yang tidak kumengerti. Tentu saja aku ambil langkah seribu lima ratus. Tersandung batu, terhuyung huyung, dan hampir mencium tanah serta di cium makhluk itu. Padahal tadi aku baru saja mencium kening pacarku. Dua meter lagi makhluk itu akan sampai di dekat jari-jari kakiku yang terasa ngilu karena menendang batu. Kalau bukan karena gadisku memanggil nama makhluk itu, aku akan benar-benar di ciumnya. Pujaan hatiku tertawa melihat kejadian itu. Yang membuat hatiku sakit bukanlah suara tertawa dari sang gadis, tapi makhluk itulah yang membuat sakit hatiku. Sang pemilik menyukaiku, tapi kenapa peliharaannya malah membenciku. Pikiranku coba menerka apa kata-kata yang diteriakkan makhluk itu, yang menyebabkan kemarahannya, mungkin makhluk itu berkata; “Hei, kau yang datang setiap minggu kemari, ini wilayahku, aku ditugaskan untuk menjaga lingkungan rumah ini, siapa saja yang datang harus membayar upeti, kalau tidak aku akan menggigitmu !” Memang setiap kali datang bertandang aku tidak pernah membawakan satu suguhan untuk nafsu makhluk penjaga itu, kecuali untuk gadisku ! Cerita tentang cinta monyet ini telah berlalu dan telah berakhir, bukan karena makhluk itu, tetapi karena itu memang cuma cinta monyet, yang sudah biasa dengan kata putus.
***
Sekali lagi tuntutan perutku memanggil dan bisikan halus merayap ditelingaku, menyalahkan akan waktu yang terbuang yang telah aku pergunakan untuk melamun di sini, katanya; “Kalau kau ambil jalan memutar tentu sudah sampai ke rumah, kau perlambat jalanmu hanya karena bimbang dalam pilihan keraguan.” “Ya, aku mengaku salah tapi ini urusan prinsif. “ Pikiranku mencoba berkilah dengan kata hati.
Kuputuskan mengambil jalan pintas. Karena sepertinya keadaan aman, pelan-pelan kukayuh sepeda dengan hati-hati, semakin dekat dengan rumah mewah berpagar beton bewarna merah muda yang memelihara makhluk itu. Dek, dek, dek degup jantungku terdengar hingga ketelinga. Pikiraku berusaha meyakinkan hati bahwa keadaan aman !
Sudah menjadi cerita umum di gang kami, banyak orang yang lewat di jalan kompleks ini, di kejar makhluk tersebut. Seorang pengendara motor, karena terkejut tidak sengaja mengangkat gas kendaraannya, walhasil ia masuk kedalam got, dengan luka lecet pada lutut dan lengan. Seorang ibu-ibu menjadi histeris dan hampir saja ia masuk UGD, karena jantungannya menjadi kumat, juga karena di kejar makhluk itu. Dan masih banyak lagi korban yang lain.
“Aman, aman, aman !” Mulutku berbisik untuk menipu hati. Aku sekarang ada di depan rumah mewah itu. Tunggu ! Pagar rumah itu terbuka, berarti ! Kekuatiranku menjadi kenyataan, makhluk itu mengendap-endap dari balik pagar, melompat dan mengejar. Refleks aku memacu sepeda. Hampir saja aku kehilangan keseimbangan yang akan menyusul cerita pengendara yang masuk ke dalam got. Dari jauh masih terdengar teriakan makhluk itu, menghentikan pengejarannya. Anjing, gonggongannya mengejek orang-orang yang berlari ketakutan, orang-orang yang lewat tanpa memberi upeti.
Aku duduk terhenyak di kursi kayu bekas tempat kotak kecap di depan rumah bedakanku. Jantungku masih tidak karuan. “Aku telah kalah dengan anjing yang ada dalam diriku, kenapa tidak kuambil saja jalan yang lebih aman, daripada jalan spekulasi yang lebih dekat tetapi berbahaya !” Tak lama kemudian adzan magrib berkumandang. “Selera makanku telah hilang, lebih baik aku mandi sholat dan nanti sehabis isya saja aku makan” kata pikiranku. Mulutku bergumam sambil aku melangkah ke dalam rumah ; “Dasar anjing !”
***
Beberapa orang pemuda di gang kecil kami pernah menyusun rencana, suatu rencana pembunuhan. Seperti biasanya pabila sore hari mereka berkumpul, sambil melepas lelah, entah di depan rumah siapa saja. Tiada menentu, tetapi tetap di lingkungan gang kecil kumuh ini. “Ini tak bisa dibiarkan to !” kata Teguh si penjual pentol di antara hisapan rokok kretek murahannya. Mereka sepakat membeli racun tikus dan sekerat daging dengan uang receh hasil kumpulan. Sekarang tinggal siapa yang berani meletakkannya di dekat rumah yang mempunyai anjing itu. Utuh codet si tukang parkir di pasar pagi yang terpilih dengan suara aklamasi sebagai kurir pembawa maut. Takut dikatakan pengecut oleh teman-temannya, utuh codet menerimanya dengan umpatan. “Jih, unda katuyukannya !”. Tagor si tukang bengkel menimpali; “ Bah, jangan proteslah kau, kaukan sudah biasa ngatur-ngatur sepeda motor dan mobil”. Tengah malam mereka mengintai apakah anjing itu memakan umpan beracun yang mereka berikan. Ya, anjing itu memakannya dengan lahap tanpa curiga. Para pembunuh ini pulang kerumah masing-masing dengan lega, tanpa rasa bersalah dan berdosa. Bermimpi indah bahwa hari-hari berikutnya akan berjalan santai di depan rumah-rumah mewah itu.
Esoknya, tidak di duga anjing itu masih hidup. Astaga ! Apa anjing itu kebal terhadap racun atau pemiliknya mempunyai banyak anjing yang mirip dan serupa, yang suka mengejar dan menggigit orang yang lewat. Sehingga bila mati satu anjing akan di ganti dengan anjing yang lain. Seperti banyaknya anjing-anjing di negeri ini.
Dasar anjing !
Anjing, sebutan itu sudah tidak asing di telingaku. Dulu ketika aku masih aktif dengan kawan-kawan di kampus berdemonstrasi. Saat masih kuliah, yang tidak pernah kuselesaikan karena biaya pendidikan yang kian mahal tak terjangkau. Para orator berteriak garang, takkalah dengan gonggongan anjing. Sambil mengacungkan spanduk dan kertas karton yang bertuliskan anjing; anjing pemerintah, anjing korupsi, anjing politik, anjing eksploitasi dan anjing-anjing yang lain. Aku teringat dengan bait-bait puisi yang berbunyi;
Pol pol pol tik tik tik tengik kalau malam bunyinya kaya jengkrik, pol pol pol tik tik tik tengik kalau siang suka bisik bisik, pol pol pol tik tik tik tengik kadang menggonggong kaya anjing burik, pol pol pol tik tik tik tengik lidah menjulur mendengking nguik-nguik, pol pol pol tik tik tik tengik kalau melihat suka tilik menilik, pol pol pol tik tik tik tengik kalau lihat duit suka plarak plirik, pol pol pol tik tik tik tengik kesana kesini suka memantik, pol pol pol tik tik tik tengik jalan bergoyang kaya pantat itik, pol pol pol tik tik tik tengik loncat loncat kaya warik, pol pol pol tik tik tik tengik sukanya ngutak-ngatik, pol pol pol tik tik tik tengik tak ada tanda titik, pol pol pol tik tik tik tengik terkadang kilik kilik menggelitik hingga membuat tertawa mengikik karena mereka yang berpolitik berpura-pura sok baik, teman baik saja bisa di tukik, penuh tipu daya tak tik dan intrik, mukanya banyak kaya lurik bikin program bak kontaktor tekhnik, rakyat demo karena harga pada naik, para tokoh pun jadi panik, berlagak polos kayak bocah cilik, takut jabatannya akan di cekik, herannya tak pernah serak serik, politik lakunya munafik, sok suci tapi diam-diam pakai mistik, dukun aja dijadikan barang antik idih bikin jijik, politik politis tengik bau amis ketek tengik, politisi bengek makan hati jadi tengik, hanya cerita basa basi tengik, pol pol pol tik tik tik tengik, politik.
***
Jenis anjing memang sangat banyak, ada anjing peking, anjing boldog, anjing pudel, anjing pelacak, bahkan ada anjing yang harganya lebih mahal dari pada sebuah kendaraan. Masya Allah, yang biaya makan dan kesehatannya saja akan membuat iri orang-orang miskin yang cuma dengan nasi putih sama ikan asin. Bagaimana negeri ini bisa bebas dari masyarakat yang kurang giji, kalau anjing yang lebih diutamakan.
Banyak ulama yang mengibaratkan nafsu sama seperti anjing dan babi, maka anjing yang paling berbahaya adalah anjing yang ada dalam diri kita. Anjing yang selalu mengejar dan menggonggong bahkan menggigit, agar keinginannya terpenuhi. Dan bila kita kalah dengan anjing itu jadilah segala jalan dan cara dihalalkan. Inilah yang di sebut anjing-anjing nafsu.
Hawa Nafsu adalah anjing yang paling berbahaya, bila taring-taringnya telah ditancapkan pada daging kita, kita akan di koyak dan di seret-seret untuk memuaskan keinginannya yang tiada pernah habis. Kata ulama; anjing adalah makhluk yang sangat disukai syetan untuk tunggangnya. Dengan gonggongannya ia akan mengejek siapa saja.
Dari berita-berita di koran, radio, dan televisi. Sangat banyak anjing-anjing nafsu yang berkeliaran menguasai kemanusiaan. Dari muda, dewasa bahkan orang tua baik pria atau wanita. Bila anjing itu telah menggigit remaja yang labil karena pelajaran akhlak dan agama di sekolah-sekolah sangat minim, terjerumuslah dalam pergaulan yang salah. Bila anjing itu mengigit seseorang yang berekonomi lemah, jadilah ia maling kelas teri. Bila anjing itu menggigit orang yang malas bekerja jadilah ia pengemis. Bila anjing itu menggigit seorang pelajar atau mahasiswa yang ingin nilainya tinggi, tinggal tawar-menawar harga berdasarkan kesepakatan, nilaipun dapat di manipulasi. Bila anjing itu menggigit para pelamar kerja agar bisa menjadi pegawai negeri, sogok oke punya-buat bapak yang berdasi. Yang lebih berbahaya bila anjing itu menggigit seorang pengusaha, aparat atau penguasa ! Ada pengusaha menyogok penguasa agar tendernya lancar, ada pejabat mengambil uang yang seharusnya untuk pembangunan.
Anjing-anjing yang bergentayangan pada hiburan dunia malam alias Dugem, mayoritas isinya orang-orang yang punya duit lebih, mencari relaxsasi di tempat syetan menari-nari. Ada pula para pelacur kelas atas jual harga diri untuk nafsu duniawi, dan kadang-kadang ada pejabat yang tertangkap basah di sana.
Apalagi anjing nafsu birahi ! Ada anak kecil berusia belasan tahun yang memperkosa gadis cilik. Ada bapak yang memperkosa anak tiri. Ada majikan memperkosa pembantu. Dan ada yang dengan alasan suka-sama suka, main kuda-kudaan di rumah kos-kosan, tanpa pernikahan.
Tidak semua anjing yang jahat memang ada juga anjing yang baik, seperti cerita-cerita dalam film, tentang anjing pelacak sahabat aparat, tentang anjing yang menjadi teman manusia atau cerita dalam riayat tentang anjing yang masuk sorga, anjing Ashabul Kahfi.
Mungkin seharusnya para anjing ini kita sediakan satu tempat khusus tersendiri di alam liar, seperti cerita tentang flora dan fauna di televisi. Itu bila memang alam liar kita masih ada, karena hutan-hutan perawan kita tinggal sedikit, banyak yang telah di perkosa oknum-oknum eksploitasi. Seperti kata puisi ;
Kau datang mengusik rerimbunan hijau sunyi, kau datang mengusir para pentasbih bumi, kau datang racuni aliran air yang dulu murni, kau datang hanya untuk menggali lubang mati, kau datang dengan alasan pembangunan, kau datang membawa kehancuran, kau pergi kini hutan perawan suci telah di nodai.
***
Besoknya, di tempat aku bekerja. Burhan temanku sesama buruh mengejek ; “Masa sama anjing saja kamu takut, bikin malu saja !”
Aku menatap wajah temanku, mencari apakah ada bayangan anjing pada matanya, sehingga ia akan membela kaum anjing, setelah yakin tidak ada anjing, akhirnya aku bisa menjawabnya dengan santai; “Ini bukan masalah takut dengan anjing, gonggongan anjing atau gigitan anjing, tapi yang ingin kuhindari adalah predikat najis mughallazhah (tebal) untuk anjing pada hukum fiqih salah satu mazhab suni, bila terkena air liur anjing maka hendaklah di basuh tujuh kali, satu kali dari padanya hendaklah airnya di campur dengan tanah”.
(Cerpen- ARAska -Bjm.kalsel, 24.05.07-00:00)
(Puisi 1-Insting Hewani, ARAska -07)
(Puisi 2-Politik, ARAska -2003)
(Puisi 3-Kau Datang Membawa Noda, ARAska -Versi alam 07 )
( Dimuat di Radar Banjarmain, Minggu 15 Juni 2007, kolom cakrawala sastra & budaya, hal.5)
Sore, pukul 17.57, aku berhenti di bawah pohon ketapang yang dahan-dahannya seperti payung menaungi hingga ke tengah jalan, pada jalan yang mempunyai lebar lima meter ini, ada dua tikungan jalan yang harus kupilih. Tikungan sebelah kiri berarti memasuki jalan kompleks perumahan mewah, rumah-rumah beton dengan pagar-pagar yang tinggi dan angkuh, sebuah batas citra antara si kaya dan si miskin. Di ujung jalan kompleks ini ada gang kecil jalan pintas untuk sampai kerumahku. Tikungan sebelah kanan adalah jalan dengan rumah-rumah sederhana dari papan saling berdesakan dan rumah sangat-sangat sederhana sekali saling bersampuk dinding tanpa halaman yaitu bedakan orang-orang ekonomi kelas bawah dengan beragam etnis suku. Ada buruh bangunan, tukang becak, tukang sayur, bahkan ada guru yang sudah mengajar selama tiga belas tahun tapi tetap berstatus honorer. Bila kuputuskan untuk mengambil jalan sebelah kanan berarti aku harus memutar lebih jauh empat kali daripada jalan di sebelah kiri. Pilihan yang terus berulang setiap kali aku sampai ditikungan ini. Dan kali ini !
Baik jalan sebelah kanan maupun sebelah kiri suasana sepi menuju senja. Lengang seperti tidak ada aktivitas kehidupan. Aku masih duduk di atas sadel sepeda, menimbang dan melamun untuk menentukan pilihan. Jalan sebelah kanan lebih aman tetapi sangat jauh, perut yang lapar sudah menyanyi meminta di isi. Badan yang lelah, kerja seharian sebagai buruh bangunan, tulang-tulang bagai terbelit urat-urat yang kusut memuntut untuk diistirahatkan. Bukankah bisa makan di luar, di warung acil yang tidak jauh dari tempat kerja. Cuma 4.500 rupiah satu piring di tambah telor masak habang setengah. Dan teh hangat 1.000 rupiah. Jadi jumlahnya 5.500 rupiah, tapi kalau dibelikan beras satu liter, bisa buat makan beberapakali. Ah, lebih baik makan di rumah.
Jalan sebelah kiri lebih dekat tetapi ada makhluk yang sangat tidak ingin aku temui. Seorang abang becak melewatiku, wajahnya kuyu dengan pilihan keadaan dan beban kehidupan. Sesaat tadi ia menatapku lalu berlalu acuh.
***
Sepulun tahun yang lalu aku mempunyai seorang pacar, gadis manis berambut sebahu. Tetapi gadis itu mempunyai peliharaan makhluk tersebut. Setiap kali harus bertandang kerumah gadisku, adalah merupakan sebuah dilema. Tidak datang tentu si dia akan memasang muka cemberut, atau mungkin akan keluar satu kata yang teramat mengerikan bagiku saat itu, yaitu putus. Tetapi kalau datang aku akan selalu cemas dengan makhluk itu.
Sore sabtu sepuluh tahun yang lalu, aku datang kerumah pacarku, dan keadaan aman ! Tumpahlah segala kerinduan canda dan tawa menghiasi cinta monyet anak remaja. Tidak terasa aku harus pulang, sang gadis mengantar kedepan halaman. Duapuluh langkah meninggalkan halaman rumahnya, dari balik semak dan pohon luntas, keluar makhluk yang tidak ingin kutemui. Binatang itu mengejarku dengan makian bahasa yang tidak kumengerti. Tentu saja aku ambil langkah seribu lima ratus. Tersandung batu, terhuyung huyung, dan hampir mencium tanah serta di cium makhluk itu. Padahal tadi aku baru saja mencium kening pacarku. Dua meter lagi makhluk itu akan sampai di dekat jari-jari kakiku yang terasa ngilu karena menendang batu. Kalau bukan karena gadisku memanggil nama makhluk itu, aku akan benar-benar di ciumnya. Pujaan hatiku tertawa melihat kejadian itu. Yang membuat hatiku sakit bukanlah suara tertawa dari sang gadis, tapi makhluk itulah yang membuat sakit hatiku. Sang pemilik menyukaiku, tapi kenapa peliharaannya malah membenciku. Pikiranku coba menerka apa kata-kata yang diteriakkan makhluk itu, yang menyebabkan kemarahannya, mungkin makhluk itu berkata; “Hei, kau yang datang setiap minggu kemari, ini wilayahku, aku ditugaskan untuk menjaga lingkungan rumah ini, siapa saja yang datang harus membayar upeti, kalau tidak aku akan menggigitmu !” Memang setiap kali datang bertandang aku tidak pernah membawakan satu suguhan untuk nafsu makhluk penjaga itu, kecuali untuk gadisku ! Cerita tentang cinta monyet ini telah berlalu dan telah berakhir, bukan karena makhluk itu, tetapi karena itu memang cuma cinta monyet, yang sudah biasa dengan kata putus.
***
Sekali lagi tuntutan perutku memanggil dan bisikan halus merayap ditelingaku, menyalahkan akan waktu yang terbuang yang telah aku pergunakan untuk melamun di sini, katanya; “Kalau kau ambil jalan memutar tentu sudah sampai ke rumah, kau perlambat jalanmu hanya karena bimbang dalam pilihan keraguan.” “Ya, aku mengaku salah tapi ini urusan prinsif. “ Pikiranku mencoba berkilah dengan kata hati.
Kuputuskan mengambil jalan pintas. Karena sepertinya keadaan aman, pelan-pelan kukayuh sepeda dengan hati-hati, semakin dekat dengan rumah mewah berpagar beton bewarna merah muda yang memelihara makhluk itu. Dek, dek, dek degup jantungku terdengar hingga ketelinga. Pikiraku berusaha meyakinkan hati bahwa keadaan aman !
Sudah menjadi cerita umum di gang kami, banyak orang yang lewat di jalan kompleks ini, di kejar makhluk tersebut. Seorang pengendara motor, karena terkejut tidak sengaja mengangkat gas kendaraannya, walhasil ia masuk kedalam got, dengan luka lecet pada lutut dan lengan. Seorang ibu-ibu menjadi histeris dan hampir saja ia masuk UGD, karena jantungannya menjadi kumat, juga karena di kejar makhluk itu. Dan masih banyak lagi korban yang lain.
“Aman, aman, aman !” Mulutku berbisik untuk menipu hati. Aku sekarang ada di depan rumah mewah itu. Tunggu ! Pagar rumah itu terbuka, berarti ! Kekuatiranku menjadi kenyataan, makhluk itu mengendap-endap dari balik pagar, melompat dan mengejar. Refleks aku memacu sepeda. Hampir saja aku kehilangan keseimbangan yang akan menyusul cerita pengendara yang masuk ke dalam got. Dari jauh masih terdengar teriakan makhluk itu, menghentikan pengejarannya. Anjing, gonggongannya mengejek orang-orang yang berlari ketakutan, orang-orang yang lewat tanpa memberi upeti.
Aku duduk terhenyak di kursi kayu bekas tempat kotak kecap di depan rumah bedakanku. Jantungku masih tidak karuan. “Aku telah kalah dengan anjing yang ada dalam diriku, kenapa tidak kuambil saja jalan yang lebih aman, daripada jalan spekulasi yang lebih dekat tetapi berbahaya !” Tak lama kemudian adzan magrib berkumandang. “Selera makanku telah hilang, lebih baik aku mandi sholat dan nanti sehabis isya saja aku makan” kata pikiranku. Mulutku bergumam sambil aku melangkah ke dalam rumah ; “Dasar anjing !”
***
Beberapa orang pemuda di gang kecil kami pernah menyusun rencana, suatu rencana pembunuhan. Seperti biasanya pabila sore hari mereka berkumpul, sambil melepas lelah, entah di depan rumah siapa saja. Tiada menentu, tetapi tetap di lingkungan gang kecil kumuh ini. “Ini tak bisa dibiarkan to !” kata Teguh si penjual pentol di antara hisapan rokok kretek murahannya. Mereka sepakat membeli racun tikus dan sekerat daging dengan uang receh hasil kumpulan. Sekarang tinggal siapa yang berani meletakkannya di dekat rumah yang mempunyai anjing itu. Utuh codet si tukang parkir di pasar pagi yang terpilih dengan suara aklamasi sebagai kurir pembawa maut. Takut dikatakan pengecut oleh teman-temannya, utuh codet menerimanya dengan umpatan. “Jih, unda katuyukannya !”. Tagor si tukang bengkel menimpali; “ Bah, jangan proteslah kau, kaukan sudah biasa ngatur-ngatur sepeda motor dan mobil”. Tengah malam mereka mengintai apakah anjing itu memakan umpan beracun yang mereka berikan. Ya, anjing itu memakannya dengan lahap tanpa curiga. Para pembunuh ini pulang kerumah masing-masing dengan lega, tanpa rasa bersalah dan berdosa. Bermimpi indah bahwa hari-hari berikutnya akan berjalan santai di depan rumah-rumah mewah itu.
Esoknya, tidak di duga anjing itu masih hidup. Astaga ! Apa anjing itu kebal terhadap racun atau pemiliknya mempunyai banyak anjing yang mirip dan serupa, yang suka mengejar dan menggigit orang yang lewat. Sehingga bila mati satu anjing akan di ganti dengan anjing yang lain. Seperti banyaknya anjing-anjing di negeri ini.
Dasar anjing !
Anjing, sebutan itu sudah tidak asing di telingaku. Dulu ketika aku masih aktif dengan kawan-kawan di kampus berdemonstrasi. Saat masih kuliah, yang tidak pernah kuselesaikan karena biaya pendidikan yang kian mahal tak terjangkau. Para orator berteriak garang, takkalah dengan gonggongan anjing. Sambil mengacungkan spanduk dan kertas karton yang bertuliskan anjing; anjing pemerintah, anjing korupsi, anjing politik, anjing eksploitasi dan anjing-anjing yang lain. Aku teringat dengan bait-bait puisi yang berbunyi;
Pol pol pol tik tik tik tengik kalau malam bunyinya kaya jengkrik, pol pol pol tik tik tik tengik kalau siang suka bisik bisik, pol pol pol tik tik tik tengik kadang menggonggong kaya anjing burik, pol pol pol tik tik tik tengik lidah menjulur mendengking nguik-nguik, pol pol pol tik tik tik tengik kalau melihat suka tilik menilik, pol pol pol tik tik tik tengik kalau lihat duit suka plarak plirik, pol pol pol tik tik tik tengik kesana kesini suka memantik, pol pol pol tik tik tik tengik jalan bergoyang kaya pantat itik, pol pol pol tik tik tik tengik loncat loncat kaya warik, pol pol pol tik tik tik tengik sukanya ngutak-ngatik, pol pol pol tik tik tik tengik tak ada tanda titik, pol pol pol tik tik tik tengik terkadang kilik kilik menggelitik hingga membuat tertawa mengikik karena mereka yang berpolitik berpura-pura sok baik, teman baik saja bisa di tukik, penuh tipu daya tak tik dan intrik, mukanya banyak kaya lurik bikin program bak kontaktor tekhnik, rakyat demo karena harga pada naik, para tokoh pun jadi panik, berlagak polos kayak bocah cilik, takut jabatannya akan di cekik, herannya tak pernah serak serik, politik lakunya munafik, sok suci tapi diam-diam pakai mistik, dukun aja dijadikan barang antik idih bikin jijik, politik politis tengik bau amis ketek tengik, politisi bengek makan hati jadi tengik, hanya cerita basa basi tengik, pol pol pol tik tik tik tengik, politik.
***
Jenis anjing memang sangat banyak, ada anjing peking, anjing boldog, anjing pudel, anjing pelacak, bahkan ada anjing yang harganya lebih mahal dari pada sebuah kendaraan. Masya Allah, yang biaya makan dan kesehatannya saja akan membuat iri orang-orang miskin yang cuma dengan nasi putih sama ikan asin. Bagaimana negeri ini bisa bebas dari masyarakat yang kurang giji, kalau anjing yang lebih diutamakan.
Banyak ulama yang mengibaratkan nafsu sama seperti anjing dan babi, maka anjing yang paling berbahaya adalah anjing yang ada dalam diri kita. Anjing yang selalu mengejar dan menggonggong bahkan menggigit, agar keinginannya terpenuhi. Dan bila kita kalah dengan anjing itu jadilah segala jalan dan cara dihalalkan. Inilah yang di sebut anjing-anjing nafsu.
Hawa Nafsu adalah anjing yang paling berbahaya, bila taring-taringnya telah ditancapkan pada daging kita, kita akan di koyak dan di seret-seret untuk memuaskan keinginannya yang tiada pernah habis. Kata ulama; anjing adalah makhluk yang sangat disukai syetan untuk tunggangnya. Dengan gonggongannya ia akan mengejek siapa saja.
Dari berita-berita di koran, radio, dan televisi. Sangat banyak anjing-anjing nafsu yang berkeliaran menguasai kemanusiaan. Dari muda, dewasa bahkan orang tua baik pria atau wanita. Bila anjing itu telah menggigit remaja yang labil karena pelajaran akhlak dan agama di sekolah-sekolah sangat minim, terjerumuslah dalam pergaulan yang salah. Bila anjing itu mengigit seseorang yang berekonomi lemah, jadilah ia maling kelas teri. Bila anjing itu menggigit orang yang malas bekerja jadilah ia pengemis. Bila anjing itu menggigit seorang pelajar atau mahasiswa yang ingin nilainya tinggi, tinggal tawar-menawar harga berdasarkan kesepakatan, nilaipun dapat di manipulasi. Bila anjing itu menggigit para pelamar kerja agar bisa menjadi pegawai negeri, sogok oke punya-buat bapak yang berdasi. Yang lebih berbahaya bila anjing itu menggigit seorang pengusaha, aparat atau penguasa ! Ada pengusaha menyogok penguasa agar tendernya lancar, ada pejabat mengambil uang yang seharusnya untuk pembangunan.
Anjing-anjing yang bergentayangan pada hiburan dunia malam alias Dugem, mayoritas isinya orang-orang yang punya duit lebih, mencari relaxsasi di tempat syetan menari-nari. Ada pula para pelacur kelas atas jual harga diri untuk nafsu duniawi, dan kadang-kadang ada pejabat yang tertangkap basah di sana.
Apalagi anjing nafsu birahi ! Ada anak kecil berusia belasan tahun yang memperkosa gadis cilik. Ada bapak yang memperkosa anak tiri. Ada majikan memperkosa pembantu. Dan ada yang dengan alasan suka-sama suka, main kuda-kudaan di rumah kos-kosan, tanpa pernikahan.
Tidak semua anjing yang jahat memang ada juga anjing yang baik, seperti cerita-cerita dalam film, tentang anjing pelacak sahabat aparat, tentang anjing yang menjadi teman manusia atau cerita dalam riayat tentang anjing yang masuk sorga, anjing Ashabul Kahfi.
Mungkin seharusnya para anjing ini kita sediakan satu tempat khusus tersendiri di alam liar, seperti cerita tentang flora dan fauna di televisi. Itu bila memang alam liar kita masih ada, karena hutan-hutan perawan kita tinggal sedikit, banyak yang telah di perkosa oknum-oknum eksploitasi. Seperti kata puisi ;
Kau datang mengusik rerimbunan hijau sunyi, kau datang mengusir para pentasbih bumi, kau datang racuni aliran air yang dulu murni, kau datang hanya untuk menggali lubang mati, kau datang dengan alasan pembangunan, kau datang membawa kehancuran, kau pergi kini hutan perawan suci telah di nodai.
***
Besoknya, di tempat aku bekerja. Burhan temanku sesama buruh mengejek ; “Masa sama anjing saja kamu takut, bikin malu saja !”
Aku menatap wajah temanku, mencari apakah ada bayangan anjing pada matanya, sehingga ia akan membela kaum anjing, setelah yakin tidak ada anjing, akhirnya aku bisa menjawabnya dengan santai; “Ini bukan masalah takut dengan anjing, gonggongan anjing atau gigitan anjing, tapi yang ingin kuhindari adalah predikat najis mughallazhah (tebal) untuk anjing pada hukum fiqih salah satu mazhab suni, bila terkena air liur anjing maka hendaklah di basuh tujuh kali, satu kali dari padanya hendaklah airnya di campur dengan tanah”.
(Cerpen- ARAska -Bjm.kalsel, 24.05.07-00:00)
(Puisi 1-Insting Hewani, ARAska -07)
(Puisi 2-Politik, ARAska -2003)
(Puisi 3-Kau Datang Membawa Noda, ARAska -Versi alam 07 )
( Dimuat di Radar Banjarmain, Minggu 15 Juni 2007, kolom cakrawala sastra & budaya, hal.5)
ARAska - Puisi : ALAMATKU DI LADANG
[untuk bunda Diha di Bogor]
bunda,
aku banyak berada di ladang
di tengah persawahan
rasa menjadi tenang
jiwa menjadi damai
suasana hening tiada kebisingan
alam yang berbalut lumpur
aroma rerumputan basah oleh embun
hanya jengkrik dan katak penyaji hiburan nyanyian
tapi bunda,
untuk alamat bisa ditujukan
pada rumah persinggahan
( ARAska.Bjm-Kalsel. 04.04.07-21:22 )
bunda,
aku banyak berada di ladang
di tengah persawahan
rasa menjadi tenang
jiwa menjadi damai
suasana hening tiada kebisingan
alam yang berbalut lumpur
aroma rerumputan basah oleh embun
hanya jengkrik dan katak penyaji hiburan nyanyian
tapi bunda,
untuk alamat bisa ditujukan
pada rumah persinggahan
( ARAska.Bjm-Kalsel. 04.04.07-21:22 )
Rabu, 25 Maret 2009
ARAska - Puisi : ANOMALI KAMPANYE
sebentar lagi
jalanku
sebentar lagi
mataku
sebentar lagi
perutku takkan mual melihat senyum gombal
sebentar lagi
telingaku takkan sakit mendengar janji dan slogan bebal
omong kosong
anjing menggonggong
cih
setiap
anomali kepalsuan
onani jabatan
suarakan aspirasimu
pilihlah wakilmu
perutku lapar
alamku terkapar
tetap terhampar
(ARAska.Bjm-Kalsel.13.03.09)
ARAska - Puisi : SKETSA kampanye
SKETSA kampanye
Syahdan,
katanya Partai itu tempatnya aspirasi rakyat
dengan perwakilan mereka di Dewan terhormat
katanya memperjuangkan aspirasi itu amanat
tahunya setelah berkuasa duitlah yang diembat
“konon!
saat ini sepanduk stiker reklame umbul-umbul bendera
bertebaran di sepanjang jalan
“semrawut!
bahkan koran radio dan televisi
juga ikut merasakan icip-icip dana kampanye
untuk slogan bahkan mungkin janji-janji
benar-benar “wah!
(ssst, dibayarnya setelah duduk dikursi basah)
puluhan juta rupiah terpajang di depan umum
gedung toko warung sekolah
bahkan mushola dan mesjid
hanya di depan kuburan yang tak ada
(ssst, padahal inilah tempat paling tepat)
yang mungkin setelah pesta pemilu
semuanya itu hanya akan menjadi alas
“mubajir!
di tengah situasi lingkungan yang rusak
“menuai bencana!
masyarakat kecil yang menjadi budak
“untuk makan masih resah nasibnya!
ah, pena ingin melihat
mana-mana yang katanya tempat apirasi masyarakat
siapa-siapa yang katanya calon dan wakil rakyat
yang sebenar-benarnya terhormat
bukan cuma omong kosong berlipat
jalan pintas jual kecap
atau catatan kata akan menjadi oposisi bagi mereka
dalam goresan perjalanan abadi sastra
membusuklah dalam neraka
(ARAska.Bjm-Kalsel.06.01.09)
Syahdan,
katanya Partai itu tempatnya aspirasi rakyat
dengan perwakilan mereka di Dewan terhormat
katanya memperjuangkan aspirasi itu amanat
tahunya setelah berkuasa duitlah yang diembat
“konon!
saat ini sepanduk stiker reklame umbul-umbul bendera
bertebaran di sepanjang jalan
“semrawut!
bahkan koran radio dan televisi
juga ikut merasakan icip-icip dana kampanye
untuk slogan bahkan mungkin janji-janji
benar-benar “wah!
(ssst, dibayarnya setelah duduk dikursi basah)
puluhan juta rupiah terpajang di depan umum
gedung toko warung sekolah
bahkan mushola dan mesjid
hanya di depan kuburan yang tak ada
(ssst, padahal inilah tempat paling tepat)
yang mungkin setelah pesta pemilu
semuanya itu hanya akan menjadi alas
“mubajir!
di tengah situasi lingkungan yang rusak
“menuai bencana!
masyarakat kecil yang menjadi budak
“untuk makan masih resah nasibnya!
ah, pena ingin melihat
mana-mana yang katanya tempat apirasi masyarakat
siapa-siapa yang katanya calon dan wakil rakyat
yang sebenar-benarnya terhormat
bukan cuma omong kosong berlipat
jalan pintas jual kecap
atau catatan kata akan menjadi oposisi bagi mereka
dalam goresan perjalanan abadi sastra
membusuklah dalam neraka
(ARAska.Bjm-Kalsel.06.01.09)
Langganan:
Postingan (Atom)