SELAMAT DATANG

Selamat datang ....... di ....... KAWASAN TANPA BATAS ....... “ARAska Banjar” ....... 'ArasKa' ....... ‘araskata’ ....... ‘katalangit’ ....... ‘kelana sastra.

Jumat, 10 April 2009

ARAska - Cerpen : ANJING

Ada hewan dalam diri teramat berbahaya bagi hati, insting buasnya sulit dikendali selalu menuntut untuk dipenuhi. Dan pilihan pada menentukan keputusan menjadi dilema dalam waktu perputaran antara prinsif dan kenyataan, bila kata hati tiada diindahkan nafsulah yang diturutkan.

Sore, pukul 17.57, aku berhenti di bawah pohon ketapang yang dahan-dahannya seperti payung menaungi hingga ke tengah jalan, pada jalan yang mempunyai lebar lima meter ini, ada dua tikungan jalan yang harus kupilih. Tikungan sebelah kiri berarti memasuki jalan kompleks perumahan mewah, rumah-rumah beton dengan pagar-pagar yang tinggi dan angkuh, sebuah batas citra antara si kaya dan si miskin. Di ujung jalan kompleks ini ada gang kecil jalan pintas untuk sampai kerumahku. Tikungan sebelah kanan adalah jalan dengan rumah-rumah sederhana dari papan saling berdesakan dan rumah sangat-sangat sederhana sekali saling bersampuk dinding tanpa halaman yaitu bedakan orang-orang ekonomi kelas bawah dengan beragam etnis suku. Ada buruh bangunan, tukang becak, tukang sayur, bahkan ada guru yang sudah mengajar selama tiga belas tahun tapi tetap berstatus honorer. Bila kuputuskan untuk mengambil jalan sebelah kanan berarti aku harus memutar lebih jauh empat kali daripada jalan di sebelah kiri. Pilihan yang terus berulang setiap kali aku sampai ditikungan ini. Dan kali ini !

Baik jalan sebelah kanan maupun sebelah kiri suasana sepi menuju senja. Lengang seperti tidak ada aktivitas kehidupan. Aku masih duduk di atas sadel sepeda, menimbang dan melamun untuk menentukan pilihan. Jalan sebelah kanan lebih aman tetapi sangat jauh, perut yang lapar sudah menyanyi meminta di isi. Badan yang lelah, kerja seharian sebagai buruh bangunan, tulang-tulang bagai terbelit urat-urat yang kusut memuntut untuk diistirahatkan. Bukankah bisa makan di luar, di warung acil yang tidak jauh dari tempat kerja. Cuma 4.500 rupiah satu piring di tambah telor masak habang setengah. Dan teh hangat 1.000 rupiah. Jadi jumlahnya 5.500 rupiah, tapi kalau dibelikan beras satu liter, bisa buat makan beberapakali. Ah, lebih baik makan di rumah.

Jalan sebelah kiri lebih dekat tetapi ada makhluk yang sangat tidak ingin aku temui. Seorang abang becak melewatiku, wajahnya kuyu dengan pilihan keadaan dan beban kehidupan. Sesaat tadi ia menatapku lalu berlalu acuh.

***

Sepulun tahun yang lalu aku mempunyai seorang pacar, gadis manis berambut sebahu. Tetapi gadis itu mempunyai peliharaan makhluk tersebut. Setiap kali harus bertandang kerumah gadisku, adalah merupakan sebuah dilema. Tidak datang tentu si dia akan memasang muka cemberut, atau mungkin akan keluar satu kata yang teramat mengerikan bagiku saat itu, yaitu putus. Tetapi kalau datang aku akan selalu cemas dengan makhluk itu.

Sore sabtu sepuluh tahun yang lalu, aku datang kerumah pacarku, dan keadaan aman ! Tumpahlah segala kerinduan canda dan tawa menghiasi cinta monyet anak remaja. Tidak terasa aku harus pulang, sang gadis mengantar kedepan halaman. Duapuluh langkah meninggalkan halaman rumahnya, dari balik semak dan pohon luntas, keluar makhluk yang tidak ingin kutemui. Binatang itu mengejarku dengan makian bahasa yang tidak kumengerti. Tentu saja aku ambil langkah seribu lima ratus. Tersandung batu, terhuyung huyung, dan hampir mencium tanah serta di cium makhluk itu. Padahal tadi aku baru saja mencium kening pacarku. Dua meter lagi makhluk itu akan sampai di dekat jari-jari kakiku yang terasa ngilu karena menendang batu. Kalau bukan karena gadisku memanggil nama makhluk itu, aku akan benar-benar di ciumnya. Pujaan hatiku tertawa melihat kejadian itu. Yang membuat hatiku sakit bukanlah suara tertawa dari sang gadis, tapi makhluk itulah yang membuat sakit hatiku. Sang pemilik menyukaiku, tapi kenapa peliharaannya malah membenciku. Pikiranku coba menerka apa kata-kata yang diteriakkan makhluk itu, yang menyebabkan kemarahannya, mungkin makhluk itu berkata; “Hei, kau yang datang setiap minggu kemari, ini wilayahku, aku ditugaskan untuk menjaga lingkungan rumah ini, siapa saja yang datang harus membayar upeti, kalau tidak aku akan menggigitmu !” Memang setiap kali datang bertandang aku tidak pernah membawakan satu suguhan untuk nafsu makhluk penjaga itu, kecuali untuk gadisku ! Cerita tentang cinta monyet ini telah berlalu dan telah berakhir, bukan karena makhluk itu, tetapi karena itu memang cuma cinta monyet, yang sudah biasa dengan kata putus.

***

Sekali lagi tuntutan perutku memanggil dan bisikan halus merayap ditelingaku, menyalahkan akan waktu yang terbuang yang telah aku pergunakan untuk melamun di sini, katanya; “Kalau kau ambil jalan memutar tentu sudah sampai ke rumah, kau perlambat jalanmu hanya karena bimbang dalam pilihan keraguan.” “Ya, aku mengaku salah tapi ini urusan prinsif. “ Pikiranku mencoba berkilah dengan kata hati.
Kuputuskan mengambil jalan pintas. Karena sepertinya keadaan aman, pelan-pelan kukayuh sepeda dengan hati-hati, semakin dekat dengan rumah mewah berpagar beton bewarna merah muda yang memelihara makhluk itu. Dek, dek, dek degup jantungku terdengar hingga ketelinga. Pikiraku berusaha meyakinkan hati bahwa keadaan aman !
Sudah menjadi cerita umum di gang kami, banyak orang yang lewat di jalan kompleks ini, di kejar makhluk tersebut. Seorang pengendara motor, karena terkejut tidak sengaja mengangkat gas kendaraannya, walhasil ia masuk kedalam got, dengan luka lecet pada lutut dan lengan. Seorang ibu-ibu menjadi histeris dan hampir saja ia masuk UGD, karena jantungannya menjadi kumat, juga karena di kejar makhluk itu. Dan masih banyak lagi korban yang lain.

“Aman, aman, aman !” Mulutku berbisik untuk menipu hati. Aku sekarang ada di depan rumah mewah itu. Tunggu ! Pagar rumah itu terbuka, berarti ! Kekuatiranku menjadi kenyataan, makhluk itu mengendap-endap dari balik pagar, melompat dan mengejar. Refleks aku memacu sepeda. Hampir saja aku kehilangan keseimbangan yang akan menyusul cerita pengendara yang masuk ke dalam got. Dari jauh masih terdengar teriakan makhluk itu, menghentikan pengejarannya. Anjing, gonggongannya mengejek orang-orang yang berlari ketakutan, orang-orang yang lewat tanpa memberi upeti.
Aku duduk terhenyak di kursi kayu bekas tempat kotak kecap di depan rumah bedakanku. Jantungku masih tidak karuan. “Aku telah kalah dengan anjing yang ada dalam diriku, kenapa tidak kuambil saja jalan yang lebih aman, daripada jalan spekulasi yang lebih dekat tetapi berbahaya !” Tak lama kemudian adzan magrib berkumandang. “Selera makanku telah hilang, lebih baik aku mandi sholat dan nanti sehabis isya saja aku makan” kata pikiranku. Mulutku bergumam sambil aku melangkah ke dalam rumah ; “Dasar anjing !”

***

Beberapa orang pemuda di gang kecil kami pernah menyusun rencana, suatu rencana pembunuhan. Seperti biasanya pabila sore hari mereka berkumpul, sambil melepas lelah, entah di depan rumah siapa saja. Tiada menentu, tetapi tetap di lingkungan gang kecil kumuh ini. “Ini tak bisa dibiarkan to !” kata Teguh si penjual pentol di antara hisapan rokok kretek murahannya. Mereka sepakat membeli racun tikus dan sekerat daging dengan uang receh hasil kumpulan. Sekarang tinggal siapa yang berani meletakkannya di dekat rumah yang mempunyai anjing itu. Utuh codet si tukang parkir di pasar pagi yang terpilih dengan suara aklamasi sebagai kurir pembawa maut. Takut dikatakan pengecut oleh teman-temannya, utuh codet menerimanya dengan umpatan. “Jih, unda katuyukannya !”. Tagor si tukang bengkel menimpali; “ Bah, jangan proteslah kau, kaukan sudah biasa ngatur-ngatur sepeda motor dan mobil”. Tengah malam mereka mengintai apakah anjing itu memakan umpan beracun yang mereka berikan. Ya, anjing itu memakannya dengan lahap tanpa curiga. Para pembunuh ini pulang kerumah masing-masing dengan lega, tanpa rasa bersalah dan berdosa. Bermimpi indah bahwa hari-hari berikutnya akan berjalan santai di depan rumah-rumah mewah itu.

Esoknya, tidak di duga anjing itu masih hidup. Astaga ! Apa anjing itu kebal terhadap racun atau pemiliknya mempunyai banyak anjing yang mirip dan serupa, yang suka mengejar dan menggigit orang yang lewat. Sehingga bila mati satu anjing akan di ganti dengan anjing yang lain. Seperti banyaknya anjing-anjing di negeri ini.
Dasar anjing !

Anjing, sebutan itu sudah tidak asing di telingaku. Dulu ketika aku masih aktif dengan kawan-kawan di kampus berdemonstrasi. Saat masih kuliah, yang tidak pernah kuselesaikan karena biaya pendidikan yang kian mahal tak terjangkau. Para orator berteriak garang, takkalah dengan gonggongan anjing. Sambil mengacungkan spanduk dan kertas karton yang bertuliskan anjing; anjing pemerintah, anjing korupsi, anjing politik, anjing eksploitasi dan anjing-anjing yang lain. Aku teringat dengan bait-bait puisi yang berbunyi;
Pol pol pol tik tik tik tengik kalau malam bunyinya kaya jengkrik, pol pol pol tik tik tik tengik kalau siang suka bisik bisik, pol pol pol tik tik tik tengik kadang menggonggong kaya anjing burik, pol pol pol tik tik tik tengik lidah menjulur mendengking nguik-nguik, pol pol pol tik tik tik tengik kalau melihat suka tilik menilik, pol pol pol tik tik tik tengik kalau lihat duit suka plarak plirik, pol pol pol tik tik tik tengik kesana kesini suka memantik, pol pol pol tik tik tik tengik jalan bergoyang kaya pantat itik, pol pol pol tik tik tik tengik loncat loncat kaya warik, pol pol pol tik tik tik tengik sukanya ngutak-ngatik, pol pol pol tik tik tik tengik tak ada tanda titik, pol pol pol tik tik tik tengik terkadang kilik kilik menggelitik hingga membuat tertawa mengikik karena mereka yang berpolitik berpura-pura sok baik, teman baik saja bisa di tukik, penuh tipu daya tak tik dan intrik, mukanya banyak kaya lurik bikin program bak kontaktor tekhnik, rakyat demo karena harga pada naik, para tokoh pun jadi panik, berlagak polos kayak bocah cilik, takut jabatannya akan di cekik, herannya tak pernah serak serik, politik lakunya munafik, sok suci tapi diam-diam pakai mistik, dukun aja dijadikan barang antik idih bikin jijik, politik politis tengik bau amis ketek tengik, politisi bengek makan hati jadi tengik, hanya cerita basa basi tengik, pol pol pol tik tik tik tengik, politik.

***

Jenis anjing memang sangat banyak, ada anjing peking, anjing boldog, anjing pudel, anjing pelacak, bahkan ada anjing yang harganya lebih mahal dari pada sebuah kendaraan. Masya Allah, yang biaya makan dan kesehatannya saja akan membuat iri orang-orang miskin yang cuma dengan nasi putih sama ikan asin. Bagaimana negeri ini bisa bebas dari masyarakat yang kurang giji, kalau anjing yang lebih diutamakan.
Banyak ulama yang mengibaratkan nafsu sama seperti anjing dan babi, maka anjing yang paling berbahaya adalah anjing yang ada dalam diri kita. Anjing yang selalu mengejar dan menggonggong bahkan menggigit, agar keinginannya terpenuhi. Dan bila kita kalah dengan anjing itu jadilah segala jalan dan cara dihalalkan. Inilah yang di sebut anjing-anjing nafsu.

Hawa Nafsu adalah anjing yang paling berbahaya, bila taring-taringnya telah ditancapkan pada daging kita, kita akan di koyak dan di seret-seret untuk memuaskan keinginannya yang tiada pernah habis. Kata ulama; anjing adalah makhluk yang sangat disukai syetan untuk tunggangnya. Dengan gonggongannya ia akan mengejek siapa saja.
Dari berita-berita di koran, radio, dan televisi. Sangat banyak anjing-anjing nafsu yang berkeliaran menguasai kemanusiaan. Dari muda, dewasa bahkan orang tua baik pria atau wanita. Bila anjing itu telah menggigit remaja yang labil karena pelajaran akhlak dan agama di sekolah-sekolah sangat minim, terjerumuslah dalam pergaulan yang salah. Bila anjing itu mengigit seseorang yang berekonomi lemah, jadilah ia maling kelas teri. Bila anjing itu menggigit orang yang malas bekerja jadilah ia pengemis. Bila anjing itu menggigit seorang pelajar atau mahasiswa yang ingin nilainya tinggi, tinggal tawar-menawar harga berdasarkan kesepakatan, nilaipun dapat di manipulasi. Bila anjing itu menggigit para pelamar kerja agar bisa menjadi pegawai negeri, sogok oke punya-buat bapak yang berdasi. Yang lebih berbahaya bila anjing itu menggigit seorang pengusaha, aparat atau penguasa ! Ada pengusaha menyogok penguasa agar tendernya lancar, ada pejabat mengambil uang yang seharusnya untuk pembangunan.

Anjing-anjing yang bergentayangan pada hiburan dunia malam alias Dugem, mayoritas isinya orang-orang yang punya duit lebih, mencari relaxsasi di tempat syetan menari-nari. Ada pula para pelacur kelas atas jual harga diri untuk nafsu duniawi, dan kadang-kadang ada pejabat yang tertangkap basah di sana.
Apalagi anjing nafsu birahi ! Ada anak kecil berusia belasan tahun yang memperkosa gadis cilik. Ada bapak yang memperkosa anak tiri. Ada majikan memperkosa pembantu. Dan ada yang dengan alasan suka-sama suka, main kuda-kudaan di rumah kos-kosan, tanpa pernikahan.

Tidak semua anjing yang jahat memang ada juga anjing yang baik, seperti cerita-cerita dalam film, tentang anjing pelacak sahabat aparat, tentang anjing yang menjadi teman manusia atau cerita dalam riayat tentang anjing yang masuk sorga, anjing Ashabul Kahfi.

Mungkin seharusnya para anjing ini kita sediakan satu tempat khusus tersendiri di alam liar, seperti cerita tentang flora dan fauna di televisi. Itu bila memang alam liar kita masih ada, karena hutan-hutan perawan kita tinggal sedikit, banyak yang telah di perkosa oknum-oknum eksploitasi. Seperti kata puisi ;
Kau datang mengusik rerimbunan hijau sunyi, kau datang mengusir para pentasbih bumi, kau datang racuni aliran air yang dulu murni, kau datang hanya untuk menggali lubang mati, kau datang dengan alasan pembangunan, kau datang membawa kehancuran, kau pergi kini hutan perawan suci telah di nodai.

***

Besoknya, di tempat aku bekerja. Burhan temanku sesama buruh mengejek ; “Masa sama anjing saja kamu takut, bikin malu saja !”

Aku menatap wajah temanku, mencari apakah ada bayangan anjing pada matanya, sehingga ia akan membela kaum anjing, setelah yakin tidak ada anjing, akhirnya aku bisa menjawabnya dengan santai; “Ini bukan masalah takut dengan anjing, gonggongan anjing atau gigitan anjing, tapi yang ingin kuhindari adalah predikat najis mughallazhah (tebal) untuk anjing pada hukum fiqih salah satu mazhab suni, bila terkena air liur anjing maka hendaklah di basuh tujuh kali, satu kali dari padanya hendaklah airnya di campur dengan tanah”.


(Cerpen- ARAska -Bjm.kalsel, 24.05.07-00:00)
(Puisi 1-Insting Hewani, ARAska -07)
(Puisi 2-Politik, ARAska -2003)
(Puisi 3-Kau Datang Membawa Noda, ARAska -Versi alam 07 )

( Dimuat di Radar Banjarmain, Minggu 15 Juni 2007, kolom cakrawala sastra & budaya, hal.5)

ARAska - Puisi : ALAMATKU DI LADANG

[untuk bunda Diha di Bogor]

bunda,
aku banyak berada di ladang
di tengah persawahan
rasa menjadi tenang
jiwa menjadi damai
suasana hening tiada kebisingan
alam yang berbalut lumpur
aroma rerumputan basah oleh embun
hanya jengkrik dan katak penyaji hiburan nyanyian
tapi bunda,
untuk alamat bisa ditujukan
pada rumah persinggahan

( ARAska.Bjm-Kalsel. 04.04.07-21:22 )